#BC29 K E N A N G A N

Tulisan ini ku khususkan pada waktu yang teramat panjang membawaku pada realita. Pada jaring-jaring masa lalu yang penuh kepedihan dan kebahagiaan. Pada temaram malam yang menjadi saksi atas bisunya mulut dan lihainya tangan mengukir cerita perempuan angin. Tentang rindu yang tak terbalaskan, tentang rasa yang terlanjur memuai, menyangkut pada tepian hati yang sekarang entah dimana. Meraung dalam pekatnya malam ini, hanya jemari yang menemani.

Cerita ini mungkin akan sangat berlebihan. Aku sendiri sempat kewalahan merangkai kata-kata demi topik ini. Waktu seminggu sudah sangatlah cukup untuk menuntaskannya tetapi disini terasa sangat berbeda.

Sekali lagi, cerita ini mungkin akan sangat berlebihan. Ku beranikan diri bercerita pada malam tentang apa yang telah tertahan selama ini, tentang apa yang pernah membuatku terluka parah hingga nyaris putus asa  dan tentang apa yang telah membuat itu sirna menjadi bahagia.

Karena semua itu kini menjadi kenangan

Hal yang seharusnya tak kuingat: 

#2012-2013

 

Kegelisahan akan kepastian tak menentu kemana-mana. Saat itu kabar terasa mahal sekali.

Waktu berlalu begitu cepat. Tahun itu benar-benar kurasakan dalam penuh kebimbangan. Saat itu  lagi seneng-senengnya pacaran, telponan smsan, jalan, dsb. Tetapi beberapa waktu kemudian aku tidak yakin apakah aku benar-benar dianggapnya pacar atau tidak. Semenjak lulus sekolah, aku bahkan tak pernah bertemu dengannya. Jangankan bertemu, menelpon ataupun hanya sekadar sms saja sangat jarang kudapati. Atau ketika giliranku yang memberi kabar, aku benar-benar tidak mendapat respon yang berarti. Kosong. Aku tak tahu kenapa saat itu harapanku terasa telah diterbangkan jauh. Padahal kami hanya berbeda tempat kuliah saja, tidak benar-benar pindah ke tempat lain. Tapi, begitu jauh  ku rasakan. Bertemu dengannya saja segan. Lalu saat itu apa yang bisa ku lakukan? curhat pada teman dan menangis. Karena sudah tak tahan, akhirnya temanku pun memberi saran, “Putusi aja, daripada digantungi terus.” Tapi bibir ini keluh mengatakannya karena keyakinanku saat itu masih cukup kuat. “Dia masih cinta, aku percaya kok sama dia,” begitulah yang kukatakan pada teman dan sahabatku. Selang berapa waktu setelah itu, aku bertemu dengan seorang lelaki yang juga menjadi sahabat baikku saat itu. Mungkin dia ga tega akhirnya dia menyuruhku untuk datang menemui pacarku saat itu. Karena saran dia bukanlah yang pertama kali akhirnya kuputuskan untuk pergi menemui pacarku pada saat ulang tahunnya. Aku datang ke rumahnya dalam keadaan lelah karena pada hari itu pula aku harus menjadi panitia di perlombaan tingkat nasional yang diadakan oleh organisasi jurusanku. Sesampai disana aku disambut dengan hangat dan saat itu yang kulihat matanya justru bahagia. Apa iya selama ini aku ditunggu untuk datang ke rumahnya? pertanyaan itu sangat terekam jelas di kepalaku saat itu sampai sekarang. Tapi itu tak berlangsung lama setelah kami memutuskan untuk keluar dan makan sebentar. Hanya semangkuk bakso tapi bahagiaku tak terkira. Mungkin itulah kebahagiaan yang pertama kurasakan setelah aku jarang berkomunikasi dengan dia. Namun perasaan bahagiaku mungkin sampai disitu saja ketika tiba-tiba ia ditelpon orang tuanya dan dia harus pulang karena temannya datang. Sentak setelah itu hatiku tidak enak karena sampai-sampai orang tuanya yang menelpon. Akhirnya aku pun hanya duduk diam disitu dan tidak melanjutkan makan. Ya, begitu saja dia pulang dan dia memberi pilihan, menunggu disitu sampai dia balik atau mau pulang. Karena malam sudah sangat malam, aku justru kepikiran dengan orang tuaku hingga aku memutuskan untuk mau pulang. Dengan pedenya aku berfikir bahwa saat itu  ia akan mengantarku ternyata justru sebaliknya. Dia pergi tanpa melihatku dan aku bingung saat itu harus berbuat apa. Berdiri dan terdiam. Karena saat itu aku bersama temanku akhirnya aku pulang bersama dia dan dengan mata berkaca-kaca aku pulang dengannya. Ya, karena angkutan umum tidak ada yang lewat saat itu jadi temanku menawarkan kepadaku untuk ikut bersama dia dan pacarnya. Jadilah kami bertiga dalam satu kereta. Tanpa ia tahu, aku yang duduk di belakangnya merasa malu sekaligus pilu. Sepanjang jalan jadi saksi hingga akhirnya ia benar-benar meninggalkanku di akhir tahun.

Setelah hujan panas ada pelangi. Ada secercah pelangi dan indahnya rasa dicintai setelah yang kucintai pergi tak kembali. Namun, pelangi tetaplah pelangi. Akhirnya dia pun pergi.

Lalu setelah dia memutuskan untuk meninggalkanku, kenangan manis terukir ketika seorang sahabatku mengutarakan perasaannya kepadaku. Ia suka main musik. Katanya patah hati kau itu bisa dijadikan lagu. Kau suka nulis, kenapa ga kau tulis tentang dia. Ya, mungkin dari awal aku memang sangat-sangat apa adanya dengan temanku yang satu ini. Bisa dibilang, sedihku berkurang karena dia benar-benar baik padaku saat itu. Tapi entah kenapa ketika aku berusaha untuk merasakan hal yang sama, itu berbeda. Aku justru menyayangi dia seperti sahabatku yang lainnya. Aku tahu akan terasa sedih bila ia terus begitu sementara aku masih belum benar-benar pulih dari sebelumnya. Lebih lagi aku tak pernah menemukan sahabat laki-laki sebelumnya seperti dia. Ya tentu ada rasa takut kehilangan. Takut kehilangan kalau aku tak bisa lagi bersahabat dengannya. Benar saja langkahku sudah salah di awal aku memutuskan untuk sebentar saja aku menerimanya, hanya beberapa bulan dan aku benar-benar tidak bisa membohongi perasaanku lagi saat itu. Sahabat..dia emang sahabat terbaikku.  Begitulah perasaanku berkata mengakhiri. Tapi ternyata itulah resiko yang harus kutanggung, berpisah dan kehilangan sahabat. Sedih? bahkan itu lebih menyedihkan ketimbang aku ditinggal pergi di tengah gelapnya malam.  Kenangan seperti kami jalan pulang bersama, naik sepeda dari rumah teman kami hingga nonton film dikampus ramai-ramai pun perlahan tak ada lagi.

#2014-2015

images1

“Bisa tidak ya, aku bahagia lagi? Aku rasa lebih baik aku sendiri saja. Tapi kenapa sendiri begini kok terasa ada yang kurang? Apa aku benar-benar selemah ini? Bagaimanapun aku ingin bahagia”

2014

Kenangan memilukan itu berlalu. 2014 bisa dikatakan adalah tahun yang membuatku membuat lembaran baru. Aku bertemu dengan seseorang yang berbeda dan mengajarkanku banyak hal. Banyak sekali. Sampai lupa bagaimana dulu rasanya aku bahagia pertama kali lalu sesakit-sakitnya pula hingga saat ini. Mungkin memang benar, kenangan memang tak akan bisa dilupakan begitu saja tapi diantara kenangan tersebut, kenangan bahagia justru akan bisa membuatmu sesegukan menahannya. Apalagi itu terasa baru dan kau harus sering bertemu pada tiap-tiap yang menorehkan cerita untukmu. Misalnya tempat. Kau harus tahan bila ingatan itu menyerang. Kau harus tahan manakala takdir tak sengaja mempertemukanmu pada tempat itu. Entah itu hanya melewati ataupun melalui sebuah pertemuan yang tak pernah kau sadari. Waktu begitu kuat untuk membantu seorang amnesia memulihkan ingatannya. Hanya perantara latar saja, ingatan itu menyeruak selamanya di dalam kepala. Kali pertama aku tahu berhubungan jarak jauh. Kali pertama aku dilanda rindu yang tak biasa, kala waktu pula yang membuktikan bahwa kuasa jarak membuka hati seseorang lalu berubah secepat yang ia inginkan. Kita, tidak pernah benar-benar paham apa sebenarnya yang diinginkan waktu saat itu. Mengapa dia berubah, mengapa dia memilih meninggalkanmu, mengapa dia begitu mudah mencari sesuatu yang baru. Kadang kita juga tidak tahu mengapa waktu begitu cepat mempertemukan kita hanya untuk meninggalkan luka yang begitu dalam atau justru memberikan kita banyak pengalaman dan hikmah.

Pernah hati berujar ,”Apakah aku yang terlalu berperasaan atau mereka yang tidak memiliki perasaan?” kuakui ternyata berperasaan itu bertumpu padaku saja. Tidak bisa mengimbangi rumitnya logika dia, tidak bisa mengikuti ritme nya kenyamanan dia, dan tidak bisa seperti yang dia inginkan. Pantas. Pantas sekali dia pergi. Aku akui aku harus benar-benar tahu diri. Tidak terkecuali. Kenanganku bersama dia hanyalah keegoisan yang tak berkesudahan. Tentang naik motor sambil ujan-ujanan hanya untuk cari tempat makan yang sebenarnya cabangnya juga ada yang lebih deket namun tetep ditempuh  yang jauh meskipun sempet kesasar. Tentang cerita di bioskop ; Sempet diketawain seluruh penonton di bioskop karena kebingungan nyari tempat duduk saking gelapnya, masak sambel teri cuma untuk makan di taman sama-sama.  Dimarahin pengamen gara-gara cuma ngasi uang recehan, pernah magrib di jalan trus berhenti di mesjid hanya untuk sholat sebentar, dipalakin juga pernah haha ya Allah seriusan itu darah emang mau turun semua sampe kaki, trus mikirnya kalo sempet berantem cuma gara-gara uang gimana kan seremm. Yaa ekspresi ga karuan dan keliatan aslinya deh kalau aku sesungguhnya takut sama pengamen yang pake tato-tato gtu, badannya ditindik sana-sini, yang bisanya cuma malakin orang hmm..dan yang terakhir diinget itu waktu awal LDR-an dikatain pacarmu boongan karena gaperna nongol di kampus. Namanya juga dulu masih musim pacaran, beda dikit kalo di kampus saya itu nanya nya ya macem-macem. Wajar sih haha. Tapi kalau teringat ya bete juga dikatain gitu brr -.-” Untungnya sudah berlalu jadi betenya ga lama lama sih hehe.

Jadi jadi..setelah itu kenangannya diapain? disimpen dalam hati, berdoa buat mereka . Ya sepertinya mereka memang sudah bahagia dan bisa dibilang keliatannya mereka lebih cepat move on ketimbang saya hehe

Ya ampun jangan deh sampe salah satu dari mereka ngebaca tulisan ini. Semoga ya Allah semogaaa

2015

Kesedihan itu kututup bersama waktu. Kenangan bertemu dan berpisah pun semakin sering menghampiriku sejak setelah itu.

2015. Aku menjalani serangkaian waktu hingga benar-benar membekas di hatiku selamanya. Sampai saat ini, ada ketakutan yang sulit aku jelaskan ketika aku melangkahkan kaki jauh dari rumah. jauh dalam artian sejauh-jauh tak terjamah. Karena tahun itu, luka sedalam-dalamnya tak hanya kurasakan sendirian tapi juga seluruh keluargaku. Ketegaranku diuji setelah aku berpisah dengan yang terakhir, aku harus kehilangan pula salah satu anggota keluargaku. Lidah keluh tak bisa berkata apa-apa manakala aku melihat bude terakhir berada di ruang ICU. Pertama kali melihat nyawa melayang didepan mata. Aku rasa tiada yang lebih hancur rasanya ketika kamu kehilangan anggota keluargamu yang begitu baik. Kepulangan bude sangat membuat kami terpukul, tidak hanya anak-anaknya. Kalau dulu setiap ke rumahnya selalu ketemu senyumnya, dan bude pula yang ga bosen nasihatin kapan aku bisa pake hijab yang bener-bener hijab. Dari awal smp ga pake hijab sampe SMA yang hanya ngikutin peraturan sekolah hingga kuliah baru terasa hidayah itu begitu dekat. Dan bude..adalah salah satu orang yang membuka fikiranku betapa berharganya bila aku berhijab. Yang sampai sekarang diinget pesan bude, “Kalau uwit udah nikah nanti, anaknya diajarin pake hijab ya nak. Pasti cantik kek uwit. Bude zaman dulu karena gaperna banyak tau soal hijab jadi udah tua-tua gini baru terasa. Thahnya bude ga liat anak uwit nanti.” Itulah yang terakhir ku ingat ketika  bude udah mulai sakit tapi belum begitu parah. Ya.. barangkali Allah lebih sayang dari kami. Ga nyangka kedatanganku malam itu ke ruangan ICU menjadi pertemuan terakhir sama bude. Ngeliat sekelilingnya separuh hidup itu bener-bener terekam jelas dalam ingatanku.

Beberapa bulan setelah itu, perpisahan itu terganti dengan pertemuanku pada suatu keluarga di lingkungan PPL. Ya maklum karena saat itu aku harus melewati mata kuliah lapangan selama satu semester dan mendapat amanah untuk terjun ke lapangan, mengajar di sekolah negeri di satu desa yang ada di Sumatera Utara. Kebetulan aku dapet di wilayah deli serdang I, masih tergolong dekat dari medan tapi jalannya masuk ke dalam saat itu lumayan menantang debu hehe. 3 bulan waktu yang cukup untuk berbagi cerita ketika pulang ke rumah. Tentang menyapa siswa setiap pagi, tentang jadwal piket posko dan sekolah, tentang anak murid yang beragam karakternya, tentang ibu dan bapak posko yang romantisnya bikin ngiler, tentang sayangnya mereka yang rela nyempetin waktu untuk main ke pantai bareng anak-anak PPL. Tentang nge-dorong angkot sewaan berjamaah dalam keadaan baju sangat basah karena habis mandi di pantai. Ya bisa dibilang daerah PPLku ga begitu dekat dengan pantai, sekitar setengah jam tapi rela nempuh kesana dan ngebasahin baju sampe pulang ke posko. Tentang malam minggu karaokean di posko, tentang nonton film berjamaah dan tentang pasar malam minggu yang cuma ada di desa itu. Paling dikangenin itu pada saat beli jajanan masa kecil dulu ternyata masih ada dijual disana; telur dadar gulung. Gabisa move on deh kalau cerita tentang PPL. Suka duka semua ada disana.Sholat ke mesjid harus ngelewatin sawit karena lebih deket, dan yang paling berkesan adalah ketika kami membuat pot bunga untuk prakarya sekolah trus disusul latihan upacara malam-malam, hingga malam perpisahan yang membuat mataku bengkak sampe pagi. Asli tidur hanya tiga jam dan orang-orang di posko itu hanya sedikit. Mata kami tak bisa berbohong karena 3 bulan itu benar-benar terasa begitu cepat kami rasakan. Hingga saat ini, kalau ditanya pengalaman yang paling menguras fikiran dan emosi itu ya di PPL. Sedih senang bosan kesal seru kekeluargaan, semua ada disana. Mereka keluarga kedua bagiku. Tiada rindu yang berarti selain pulang pada keluarga lalu bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, begitulah yang kupahami.

Tapi, lagi-lagi pertemuan yang manis itu berujung pada kabar memilukan ketika aku sedang menjalani PPL. Kabar duka kembali menyelimuti keluargaku dan kali ini abang sepupuku dipanggil Allah dalam kecelakaan yang tragis. Kesedihanku terselubung manakala aku tak berdaya saat itu tak bisa pulang cepat karena di sekolah pun sedang ada acara. Jadilah saat itu aku hanya bisa duduk terdiam dan hanya bisa berdoa semoga Allah melapangkan jalannya. 2015 benar-benar tahun terberat. Suka duka datang beriringan hingga membekas dalam ingatan.

 

#Siang bersama kakek

Sebelum kakek meninggal, sepulang sekolah aku sering duduk berduaan sama kakek. Dulu kakek pernah cerita waktu kakek perang ngelawan Jepang, kakek gapernah makan es krim. Yang ada dulu mah makannya tiwol (sejenis ubi yang ditumbuk gitu kalau ga salah inget). Katanya itu makanan pengganti nasi karena zaman penjajahan ornag pribumi jarang ada yang bisa makan nasi. Hmmm.. siang selalu jadi waktu terbaik untuk cerita sama kakek, muterin becak-becakan hanya untuk nemenin kakek duduk di teras depan. Sesekali es krim langganan kami lewat, aku langsung berlari keluar lalu memanggil es ke depan. Aku tahu itu pasti suara es krim langgananku dan kakek pun rela hati memberikan uangnya hanya untuk makan es krim.Ya mungkin itu pula alasan kakek untuk mau makan es krim karena selain asik ngeliat aku makan es krim, kakek penarasan rasa es krim itu gimana. Padahal mah kalau tau ibuk pasti dimarahin. Iya , akunya dimarahin karena ngasih kakek makan es krim. Kakek waktu itu udah sakit, jalan aja harus pake tongkat. tapi meskipun gitu kakek gapernah ngeluh soal sakitnya. Sampai suatu waktu di pertengahan tahun 2001, aku pergi berlibur ke Jakarta bersama kakak dan bapak saja. Sebelum pergi, aku sempet pamit sama kakek tapi entah kenapa mata kakek waktu itu berlinang. Karena dia cuma bisa berbaring di tempat tidurnya aku langsung bilang, kakek mau apa nanti uwit beliin es disana ya kek. Kata bapak es nya disana enak. Tapi kakek cuma senyum aja. Bisa dibilang aku termasuk anak yang keras kepala. Kadang kuakui aku pernah sebel sama kakek kalau permintaanku ga diturutin. Hingga akhirnya ketika kami mau pulang ke Medan selang beberapa minggu saja, kami mendengar kakek udah ga ada. Wajah yang tadinya senang karena liburan kini harus pulang lihat rumah udah pasang bendera kuning. Ga sempet lihat kakek karena udah keburu dibawa. Seketika setelah kejadian itu, di sekolah aku cuma bisa diem dan setiap es krim lewat aku selalu nangis dan cuma bisa lihat dari jendela. Orang tuaku pun gabisa bicara banyak. Memang saat itu aku masih berpikir seperti anak sd pada umumnya. Masih kelas 2 ga ngerti tentang arti kehilangan tapi setelah dewasa, peran kakek telah membentuk karakterku sekarang. Dari cerita kakek, kasih sayang kakek membentuk pribadiku menjadi lebih kuat dan tentu saja aku lebih berani menghadapi kenyataan. menyadari bahwa dari kecil ternyata aku sudah terlatih ditinggal pergi oleh orang yang kucintai.

Big thanks buat hera yang udah memberikan topik ini. Tentang kenangan dan segala kisahnya menjadi cerita hidup yang tak kan pernah bosan untuk diceritakan.

Berdoalah untuk kenangan yang kau hadapi. Karena kenangan tak akan kembali, doa yang membalas kerinduan pada tiap cerita yang kita hadapi.

6 Comments

Tinggalkan komentar