#BC7 Andai Aku Walikota Medan

Story dikit tentang topik ini: topik ini lumayan menguras fikiran. Pasalnya otak fiksi seperti saya sangat bimbang ketika disuguhkan topik yang beginian. Bisa dibilang tulisan ini adalah opini pertama saya untuk hal-hal yang sedikit merembet ke ilmiahan haha. Tapi tulisan ini tak akan menyuguhkan hal-hal politik karena si empunya topik sudah memberi petunjuk kalau tidak ada yang namanya bau-bau politik. Nah, tulisan ini mungkin akan tidak maksimal hasilnya tapi hanya berupa informasi dan harapan bila menjadi seorang walikota Medan wkwkkk. Check this out 🙂

Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan pusat statistik Sumatera Utara (BPSSU), jumlah penduduk di kota Medan tahun 2015 merupakan jumlah terbesar bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya yang ada di Sumatera Utara.

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, 2015
Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
(km2) (jiwa) (jiwa/km2)
       Kabupaten
01. N i a s                  1,842.51                   136,115                              74
02. Mandailing Natal                  6,134.00                   430,894                              70
03. Tapanuli Selatan                  6,030.47                   275,098                              46
04. Tapanuli Tengah                  2,188.00                   350,017                            160
05. Tapanuli Utara                  3,791.64                   293,399                              77
06. Toba Samosir                  2,328.89                   179,704                              77
07. Labuhanbatu                  2,156.02                   462,191                            214
08. A s a h a n                  3,702.21                   706,283                            191
09. Simalungun                  4,369.00                   849,405                            194
10. D  a  i  r  i                  1,927.80                   279,090                            145
11. K  a  r  o                  2,127.00                   389,591                            183
12. Deli Serdang                  2,241.68               2,029,308                            905
13. L a n g k a t                  6,262.00               1,013,385                            162
14. Nias Selatan                  1,825.20                   308,281                            169
15. Humbang Hasundutan                  2,335.33                   182,991                              78
16. Pakpak Bharat                  1,218.30                     45,516                              37
17. Samosir                  2,069.05                   123,789                              60
18. Serdang Bedagai                  1,900.22                   608,691                            320
19. Batu Bara                     922.20                   400,803                            435
20. Padang Lawas Utara                  3,918.05                   252,589                              64
21. Padang Lawas                  3,892.74                   258,003                              66
22. Labuhanbatu Selatan                  3,596.00                   313,884                              87
23. Labuhanbatu Utara                  3,570.98                   351,097                              98
24. Nias Utara                  1,202.78                   133,897                            111
25. Nias Barat                     473.73                     84,917                            179
       Kota
71. S i b o l g a                       41.31                     86,519                        2,094
72. Tanjungbalai                     107.83                   167,012                        1,549
73. Pematangsiantar                       55.66                   247,411                        4,445
74. Tebing Tinggi                       31.00                   156,815                        5,059
75. M e d a n                     265.00               2,210,624                        8,342
76. B i n j a i                       59.19                   264,687                        4,472
77.Padangsidimpuan                     114.66                   209,796                        1,830
78. Gunungsitoli                     280.78                   135,995                            484
Sumatera Utara               72,981.23             13,937,797                            191
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Hal ini menunjukkan pertumbuhan penduduk kota Medan lebih dominan dibandingkan daerah lainnya sehingga kota Medan digolongkan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk di kota Medan tentu menimbulkan adanya dinamika atau perubahan sosial. Dalam hal ini, William F. Ogburn mengungkapkan bahwa perubahan sosial merupakan ruang lingkup yang meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial. Dalam sosiologi, dinamika sosial diartikan sebagai keseluruhan perubahan dari seluruh komponen masyarakat dari waktu ke waktu. Keterkaitan antara dinamika sosial dengan interaksi sosial adalah interaksi mendorong terbentuknya suatu gerak keseluruhan antara komponen masyarakat yang akhirnya menimbulkan perubahan-perubahan dalam masyarakat baik secara progresif ataupun retrogresif. Dalam kehidupan bermasyarakat di mana pun pasti akan mengalami dinamika sosial, baik di desa maupun di kota. Dinamika sosial terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar manusia dan antar kelompok, sehingga antara mereka terjadi proses saling memengaruhi yang menyebabkan terjadinya dinamika sosial.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial sangat erat dengan interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat. Adanya interaksi antar masyarakat yang menimbulkan adanya kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang menimbulkan perubahan perubahan tertentu, baik secara progresif maupun retrogresif. Hal itu terjadi juga pada masyarakat yang ada di kota Medan. Perubahan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat kota Medan juga beragam. Dalam hal ini perubahan tingkah laku masyarakat yang ada di kota Medan berupa mobilisasi penduduk, pemukiman penduduk hingga lingkungan menjadi perhatian saya dalam menanggapinya.

Point 1: Mobilisasi Penduduk yang meliputi budaya berlalu lintas

Dalam hal ini yang menjadi sorotan utama saya adalah budaya berlalu lintas di kota Medan yang sering terjadi di sekitar jalan raya yang pernah saya lewati. Maraknya pelanggaran dalam berlalu lintas cukup beragam, mulai dari perkara kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK, pelanggaran lampu lalu-lintas, menerobos marka jalan, hingga tidak menggunakan helm.

Upaya yang dilakukan seperti penilangan yang dilakukan oleh SATLANTAS, Razia di simpang jalan-jalan tertentu ternyata masih belum mampu memberi efek jera bagi pengguna kendaraan. Dilansir dari data tahun 2012-2013, Kepala Seksi Pidana Umum, Dwi Agus Arfianto menyebutkan, data rekapitulasi pelanggaran lalu lintas tilang dari Kejari Medan menunjukkan angka yang fantastis. Pada 2012, jumlah perkara yang dihadiri pelanggar sebanyak 34.118 perkara. Sementara yang sidangnya tidak dihadiri pelanggar (verstek) 23.279. Sementara itu di tahun 2013 beliau menambahkan terdapat 49.974 perkara dan verstek 20.544. Kemudian di tahun 2014 34.572 perkara dan verstek, 13.116 perkara.

Menanggapi permasalahan tersebut, Upaya mengatasinya dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat kota Medan tentang pentingnya menaati lalu lintas dan menggunakan helm. Karena dalam berbagai kasus, sering pula saya menemukan pengguna kendaraan masih tidak menggunakan helm saat keluar rumah walaupun jarak dari rumahnya menuju tempat yang dituju relatif dekat. Meyakinkan masyarakat dengan sejumlah perangkat oknum yang berperan adalah hal yang harus pertama dilakukan untuk menekan berkurangnya angka kecelakaan dalam berlalu lintas.

Point 2: Pemukiman Penduduk yang Meliputi Tempat Tinggal

Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah semua perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,di mana perubahan tersebut memengaruhi sistem sosialnya. Perubahan sosial yang dimaksud mencakup nilai-nilai dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan point kedua yang akan dibahas disini. Data dari BPS sebelumnya sudah menjelaskan bahwa jumlah penduduk kota Medan tahun 2015 mendominasi dibandingkan jumlah penduduk di daerah lainnya yang ada di seluruh provinsi Sumatera Utara. Menanggapi persebaran jumlah kepadatan penduduk yang besar tersebut, pemukiman penduduk tentu menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam membuat kesejahteraan masyarakat di kota Medan. Namun tidak semudah yang difikirkan ketika akan membuat suatu perencanaan yang melibatkan jumlah masyarakat yang tergolong besar. Menurut Mc Gee (1971) dalam Simollah (2011) perpindahan penduduk ke kota sering mengakibatkan urban berlebih yang pada akhirnya menimbulkan banyak masalah yang berhubungan dengan pengangguran, ketidakpuasan di bidang sosial dan ekonomi. Malahati (2015) menjelaskan saat ini Medan memiliki beberapa permukiman kumuh baik di bantaran sungai maupun di bantaran rel kereta api. Seiring kebutuhan ruang hunian dan pertambahan jumlah penduduk, wilayah rel kereta api seringkali menjadi permukiman karena lahan tersebut merupakan lahan yang tidak digunakan serta tidak ada beban biaya penggunaan tanah secara resmi. Hal tersebut memberi kesempatan kepada orang yang berpenghasilan rendah untuk menggunakan lahan tersebut sebagai tempat tinggal dikarenakan tidak mengeluarkan biaya untuk membeli tanah dan tidak ada yang mempermasalahkan. Lemahnya pengelolaan tersebut menjadikan semakin kumuhnya daerah rel kereta api, banyak bangunan liar yang tumbuh yang akhirnya menjadi ruang negatif kota.

Menurut Sumarwanto (2014) potret masyarakat berpenghasilan rendah ini tercermin dari kondisi sosial ekonomi dalam kehidupannya dan ditunjukkan dengan kondisi perumahan masyarakat di berbagai wilayah. Baik di perdesaan maupun di perkotaan masih dalam kondisi yang tidak layak. Di pedesaan banyak dijumpai rumah penduduk berdinding kayu, beratap daun dan berlantai tanah. Ketidaklayakan rumah mereka juga terlihat dari kondisi prasarana, sarana dan utilitas yang masih belum memadai bagi kelangsungan hidup mereka. Khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin yang menghuni perumahan dan tempat-tempat yang tidak layak, mereka hidup dengan keterpaksaan di kampung-kampung kumuh, di kolong-kolong jembatan, pinggiran rel kereta api, bantaran sungai, pasar, dan fasilitas-fasilitas umum
lainnya yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan hidupnya.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pemukiman yang ada di sekitaran rel kereta api adalah kebanyakan dihuni oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini tentu memprihatinkan karena di kota Medan masih terdapat pemukiman kumuh di kawasan rel kereta api dan itu cukup strategis. Contoh kasus yang telah diteliti oleh Malahati tahun 2015 tentang permukiman Lingkungan XII di Jalan Arteri Ringroad Kel. Helvetia Kec. Medan Helvetia yang berada di
bantaran rel kereta api. Pemilihan lokasi tersebut sebagai objek penelitian dikarenakan
permukiman tersebut adalah permukiman yang ilegal dan termasuk salah satu permukiman kumuh yang ada di kota Medan serta letaknya yang dekat dengan Jl. Arteri Ringroad sehingga cenderung pesat dan strategis. Selanjutnya, dimana masyarakat yang mampu bertahan hidup di permukiman kumuh dan di bantaran rel kereta api tersebut dan tidak jelasnya status kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat terhadap bangunan tempat tinggalnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan Pendidikan responden rata-rata tamatan SD dan SMP, sehingga pengetahuan responden rendah dan hal ini yang membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan di kota karena sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak yang membuat ekonomi mereka pun menjadi tidak berkecukupan. Akibatnya mereka memilih tinggal di pemukiman kumuh pinggir rel kereta api dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Dari contoh kasus tersebut upaya yang dapat dilakukan walikota Medan berupa alokasi pemukiman mereka ke tempat yang lebih layak serta didukung pemberian pendidikan gratis. Penyuluhan skill juga bisa dilakukan kepada masyarakat seperti pengenalan perangkat teknologi seperti komputer, keahlian berbahasa Inggris melalui tentor-tentor relawan yang dapat dikumpulkan melalui sosialisasi pendidikan di universitas-universitas tertentu. Dengan demikian dengan keterkaitan pemerintah kota Medan dalam mengentaskan rendahnya pendidikan mereka juga dapat berdampak pada pola pikir masyarakat terhadap tempat tinggal yang tak layak huni menjadi giat mencari tempat yang layak huni dan lebih teratur.

Point 3: Problema Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan

Dilansir dari berita Antara News tahun 2010 mengungkapkan Pencemaran air di Sungai Deli, Medan, Sumatera Utara (Sumut), diduga kuat berasal dari limbah 50 industri yang beroperasi di sepanjang sungai itu. Dalam sebuah wawancara , disela Bimbingan Teknis Penerapan Undang-Undang Lingkungan Hidup Bagi Pers dan Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), di Medan, Senin, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, Wan Hidayati mengatakan hasil kajian BLH 50 industri yang beroperasi di sekitar Sungai Deli itu membuang langsung limbahnya ke sungai. Beliau menambahkan selain oleh limbah industri, pencemaran air Sungai Deli itu juga akibat penumpukan sampah yang juga berada di sekitar sungai itu. Hasil temuan, terdapat 58 tumpukan sampah di sepanjang sungai itu. Sampah yang tidak dikelola itu juga menimbulkan gas metan yang memicu pemanasan global dan itu mengakibatkan air Sungai Deli itu tercemar mulai dari hulu, tengah hingga hilir. Di hilirr didapati pencemaran cuprum dan amoniak, sementara di tengah Sungai Deli ditemukan limbah-limbah organik dari limbah domestik dan hotel, sementara di hulu sungai pencemaran berasal dari proses erosi.
Dalam penanganannya, BLH sudah mengupayakan menanggulangi pencemaran di Sungai Deli itu antara lain membuat UPT (unit pelayanan terpadu) Deli Belawan mengingat pengelolaan harus dilakukan secara terpadu. BLH juga berharap ada pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah sehingga sampah tidak mencemari air sungai.

Dari kasus dan penanganan tersebut terlihat jelas bahwa dari tahun 2010 Sungai Deli yang menjadi salah satu sungai Icon di Kota Medan mengalami masalah yang cukup serius. Meskipun upaya pemerintah sebelumnya telah dilakukan, namun tetap saja saat ini kasus banjir kini terulang. Pencemaran sungai merupakan satu dari contoh kasus lingkungan yang memprihatinkan di kota Medan sehingga perlu adanya program pemerintah kota Medan yang terus menggalakkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Terutama pada saat musim penghujan yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat diupayakan dengan kesadaran pemerintah bersama masyarakat untuk membersihkan selokan di sekitaran rumah atau giatnya program kerja bakti setiap minggu seperti pada zaman dahulu. Sosialisasi kerja bakti setiap minggu terus diupayakan diiringi bantuan dari BLH yang ikut berpartisipasi terkait penanganan pencemaran sungai maupun pengolahan sampah yang ada di Kota Medan. Kerja bakti yang sering disebutkan di dalam buku kewarganegaraan sejak SD pada saat ini cukup jarang ditemui terutama di daerah perkotaan seperti Medan. Hal ini disimpulkan berdasarkan pengalaman saya yang tinggal di daerah perkotaan dan jarang sekali mengadakan kerja bakti. Untuk itu, kesadaran masyarakat adalah hal yang paling utama dalam mengurangi kasus-kasus lainnya karena pada dasarnya pemerintah tidak mampu sendiri memecahkan problema yang terjadi di masyarakat. Sesuai dengan motto kota Medan, “Bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk kemajuan dan kemakmuran medan kota.”

Demikian hasil tulisan saya tentang topik kali ini. Karya tulisan perdana non fiksi yang berakhir dengan harapan-harapan saya bila menjadi walikota Medan. Lantas habis ini ngapain? Hahaha kata wawa, “Boleh lah wee kita untuk nyalon jadi walikota Medan wkwwkkk.” Thank you Mas Arif  yang sudah memberikan tantangan yang berbeda kali ini. Kalau ga gini mungkin ga bakalan deh rela-relain belajar sosiologi karena semenjak tamat SMA ilmu sosiologi itu sudah jarang terpakai hahaha. Alasannya? Karena jurusan di kuliah bukan ke arah situ dan biasa saja menanggapi kasus yang terjadi di masyarkat padahal dulu paham pelajarannya. Mendadak rindu diskusi pelajaran sosiologi dan hanya bisa terlampiaskan dengan tulisan saya ini wkwkwwkkk..
Bila ada kritik dan saran maupun informasi yang kurang berkenan bisa langsung ketik di kolom komentar ya readers. Thank you 🙂


*catatan referensi

http://riaupos.co/66279-arsip-ternyata-warga-kota-medan-tak-taat-lalu-lintas.html#ixzz4MBeAbbSB. Diakses tanggal 5 oktober 2016 pukul 13.20 WIB

http://www.abimuda.com/2015/11/pengertian-dinamika-sosial-menurut-para.html. Diakses tanggal 5 oktober 2016 pukul 14.00 WIB

http://www.antaranews.com/berita/207787/pencemaran-sungai-deli-medan-dari-limbah-industri. Diakses tanggal 5 Oktober 2016 pukul 14.20 WIB

http://text.123dok.com/document/2658-pola-permukiman-masyarakat-di-pinggiran-rel-kereta-api-studi-kasus-permukiman-lingkungan-xii-jalan-arteri-ringroad-medan.htm. Diakses tanggal 5 Oktober 2016 pukul 14.00 WIB

12 Comments

  1. DWI, wah semacam baca artikel penelitian. Mantap!
    Data banyak, realistic, dan pemaparannya detil. Koreksiku adalah coba deh d tengah Dwi kurangi teori, tapi ajak pembaca terhenyuk dengan keadaan yg ad soalnya kadang pmbca suka melewatkan bagian tengah.

    Suka

Tinggalkan komentar